Edensor : 3rd Book of Andrea Hirata
Wow! Amazing! Buku ketiga-nya Andrea Hirata ini benar-benar membiusku untuk merasakan bagaimana hebatnya struggle sang novelis di dalam meraih impiannya untuk mengelilingi Eropa dan Afrika di sela-sela liburan musim panasnya selama berkuliah di Perancis. Terlebih impiannya itu juga dilandasi oleh rasa keinginan yang hebat untuk menemukan cinta pertamanya dulu. Takjub deh!!
Awalnya aku sempat ragu, apakah bisa melahap habis lembar demi lembar novel Edensor ini. Karena apa? Penggunaan kata-kata yang menurut aku, merupakan bahasa tingkat tinggi dalam kesusastraan dan jarang digunakan. Meski katanya background sang novelis bukan dari keluarga sastra, tapi aku pikir kalau dilihat dari kampung halamannya, Belitong, sudah jelas, warga Melayu yang senang berpantun memiliki jiwa sastra yang terpendam.
Meski sempat tertatih-tatih di bab awal karena memahami makna dari kata sastranya (aku hanya paham yang standar dan familiar-nya saja), bab-bab berikutnya aku lahap dengan cepat dan penasaran. Tak pelak, meski ini novel, tapi ada pelajaran-pelajaran yang bisa dipetik, terlihat dari adanya beberapa pelajaran moral yang diurutkan berdasarkan nomor oleh sang novelis di sela-sela ceritanya. Tidak ketinggalan juga, adanya tiga paradoks yang berhasil didapat oleh dirinya. Pelajaran moral dan paradoks ini selengkapnya akan dijelaskan di bagian bawah postingan ini.
Edensor. Itulah judul novel ini. Buku ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi (Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov). Pertanyaan besar dalam kepalaku tentang "Apakah Edensor itu?" terjawab sudah ketika aku tengah asyik membacanya :). Berikut penjelasan lengkapnya.
Judul buku : Edensor (buku ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi)
Pengarang : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang, Yogyakarta
Cetakan pertama : Mei 2007
Harga buku : Rp. 39.000,-
Halaman : 288 halaman
Sambil membaca, sambil mencatat point-point penting yang terdapat dalam novel ini. Aku mencatat tentang pelajaran moral dan paradoks.
Pelajaran moral :
Ada tiga bagian kecil dari novel ini yang membuat aku ingin berkomentar :
Akhir kata, buku ini memang wajib Anda baca. Jelajah Eropa dan Afrika-nya Ikal dan Arai mampu membuat aku ikut merasakan petualangan itu, seakan nyata. Highly recommended. No Doubt!
Awalnya aku sempat ragu, apakah bisa melahap habis lembar demi lembar novel Edensor ini. Karena apa? Penggunaan kata-kata yang menurut aku, merupakan bahasa tingkat tinggi dalam kesusastraan dan jarang digunakan. Meski katanya background sang novelis bukan dari keluarga sastra, tapi aku pikir kalau dilihat dari kampung halamannya, Belitong, sudah jelas, warga Melayu yang senang berpantun memiliki jiwa sastra yang terpendam.
Meski sempat tertatih-tatih di bab awal karena memahami makna dari kata sastranya (aku hanya paham yang standar dan familiar-nya saja), bab-bab berikutnya aku lahap dengan cepat dan penasaran. Tak pelak, meski ini novel, tapi ada pelajaran-pelajaran yang bisa dipetik, terlihat dari adanya beberapa pelajaran moral yang diurutkan berdasarkan nomor oleh sang novelis di sela-sela ceritanya. Tidak ketinggalan juga, adanya tiga paradoks yang berhasil didapat oleh dirinya. Pelajaran moral dan paradoks ini selengkapnya akan dijelaskan di bagian bawah postingan ini.
Edensor. Itulah judul novel ini. Buku ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi (Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov). Pertanyaan besar dalam kepalaku tentang "Apakah Edensor itu?" terjawab sudah ketika aku tengah asyik membacanya :). Berikut penjelasan lengkapnya.
Judul buku : Edensor (buku ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi)
Pengarang : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang, Yogyakarta
Cetakan pertama : Mei 2007
Harga buku : Rp. 39.000,-
Halaman : 288 halaman
Sinopsis singkat :
Novel ini bercerita tentang impiannya Ikal (Andrea Hirata) dan Arai (sepupu jauhnya Andrea) untuk mengelilingi Eropa. Impiannya ini bermula dari guru mereka, Pak Balia, yang menyarankan tuntutlah ilmu hingga ke Sorbonne, Perancis. Dengan peluang beasiswa yang berhasil didapatkan oleh kedua anak muda tersebut, mereka pun menimba ilmu di negara tempat berdiri anggunnya Menara Eiffel ini.
Banyak cerita seru, kejadian konyol serta yang paling seru adalah cerita di saat perjuangan mereka berdua dalam mencapai cita-citanya itu. Selain ini, ada juga impian lainnya dari mereka, yaitu meraih cinta sejati. Bagi Andrea, ingin menemukan cinta pertamanya, A Ling. Bagi Arai (sang pejuang cinta sejati, begitu aku menyebutnya), ingin mendapatkan pengakuan berupa diterima cintanya oleh Zakiah Nurmala, hehe :D.
Ending novel ini benar-benar mengagumkan. Terharu banget...
Sambil membaca, sambil mencatat point-point penting yang terdapat dalam novel ini. Aku mencatat tentang pelajaran moral dan paradoks.
Pelajaran moral :
- Yang ke-11 : Jadilah provokator untuk mendapatkan seorang wanita cantik tapi bodoh.
- Yang ke-12 : Kemanapun, dimanapun, apa pun dan dengan siapapun, Anda tetaplah Anda.
- Yang ke-13 : Jangan bicarakan keadaan negeri kita dengan seorang ekonom klasik.
- Entah salah ketik atau gimana, tapi sang novelis menyebutkan pelajaran moral yang ini juga yang ke-13 : Tukang jam, tukang dadu cangkir, tukang reparasi televisi dan penerbit buku adalah profesi yang patut dicurigai.
- Yang ke-14 : Lebih baik tertawa daripada bersedih.
- Pertama : Di luar negeri sana, sudah sangat jarang yang berniat melahirkan (baca : punya anak) padahal kondisi ekonomi mereka dan kehidupannya sangat di atas rata-rata. Jauh sekali jika dibandingkan dengan Indonesia, tak peduli mampu atau tidak, produksi anak tetap jalan terus, hehe :D.
- Kedua : Gaya hidup remaja disana sangat bebas, tapi dalam pelajaran, nilai-nilai mereka sangat bagus. Jauh dibandingkan dengan gaya hidup yang dibawa oleh Andrea dari tanah air, jarang mampu menyaingi nilai mereka.
- Ketiga : Beda sekali persepsi penampilan antara negara yang memberi hutang dan yang berhutang. Tak peduli ada atau tidak uang di dompet, yang penting GAYA dan PENAMPILAN nomor satu, huahaha :D.
Ada tiga bagian kecil dari novel ini yang membuat aku ingin berkomentar :
- Judge minded
- Cinta tidak harus memiliki.
- Pria-pria Italia ganteng-ganteng.
Manusia gampang sekali menjatuhkan penilaian. Tanpa melihat lebih jauh di balik ceritanya, sulit sekali untuk meluangkan beberapa menit mendengarkan alasan. Aku sependapat dengan sang novelis mengenai hal ini. don't judge a book from it's cover :).
Sang novelis menceritakan bahwa kata-kata di atas adalah Indonesia banget!. Yup, memang itulah kenyataannya disini, jika suatu pasangan merasa sudah tidak sejalan, pastilah kata-kata sakti tadi keluar. Gombal abieezzz =)).
Seperti halnya pemain bola favorit sepanjang masa-ku, Del Piero dan Pippo, memang tidak ada yang bisa menandingi ketampanan wajah-wajah pria berkebangsaan Italia asli. Garis wajah yang laki-laki banget, tatapan mata yang tajam. Namun ternyata jiwa mereka melankolis, sentimentil dan flamboyan, terdengar dari volume suara dan logat mereka yang lemah gemulai.
Akhir kata, buku ini memang wajib Anda baca. Jelajah Eropa dan Afrika-nya Ikal dan Arai mampu membuat aku ikut merasakan petualangan itu, seakan nyata. Highly recommended. No Doubt!
Cie... yang jadi seneng ama buku2nya Andrea Hirata :D.
ReplyDeleteJadi penasaran neh.. cepetan kirim bukunya ke sini =)
Thanks ya,Da, udh ngenalin buku2'y AH :). Siiippp...tunggu az, Uda pasti suka banget bacanya nanti, soalnya sama2 punya jiwa petualang hidup tuh :-]
ReplyDelete